Sabtu, Juni 12, 2010

Orang Yang Mudah Jatuh Cinta

Pernahkah kita merasa jatuh cinta yang terlalu cepat? Seperti istilah yang sering kita dengar “Jatuh cinta pada pandangan yang pertama.” Secepat itukah hati kita untuk menerima seseorang baru sebagai orang yang kita cintai... atau juga, ketika kita melihat sesuatu yang baru, kita biasanya langsung jatuh hati. Seperti gue saat ngeliat sebuah pakaian baru, gue langsung bilang, “aku suka baju ini, keren banget!” lalu ada baju baru lainnya, “Ya Ampuun, ini baju yang paling keren!” cepat sekali. Tanpa gue tahu, apakah benar baju itu keren dan gue benar-benar suka. Tanpa gue tahu apakah baju itu akan selamanya gue cinta. Tanpa gue tahu apakah si baju itu baju bekasan atau baru atau juga warisan kakak gue.

Bagaimana kalau urusan ‘mudah jatuh cinta” dengan seseorang?

Gue sering.

Pernah waktu gue masih SD, gue suka dengan cewek yang namanya Lidia. Gue suka, tapi gak tahu kenapa gue suka. Cinta dan rasa suka itu, datang sangat cepat. Hanya karena dia baik? Tidak juga. Hanya karena dia peduli ama gue? Apa lagi. Nggak. Tapi gue suka dengan dia.
Lalu, sama seperti halnya kedatangan cinta yang sekedip mata. Kepergian cinta juga begitu cepat, melebihi kilat yang menyambar hati gue. Mungkin secepat gue melarikan diri dari kejaran bencong di lampiu merah.

Setelah gue jatuh cinta dengan Lidia, gue cinta di balik layar, secara diam-diam. Malah, dibibir gue waktu itu, gue keliatan benci sama dia tapi sebenernya gue suka sama dia (mindset anak SD, banget!). pada akhirnya, gue sering jailin dia, dan gue dikejar. Semakin dia suka ngejar gue, semakin gue senang. Gue senang kalo dia marahin gue, ngejek gue, dan minjemin pensil ke gue, dan sekali lagi inilah Mindset anak SD ala GUE! Apalagi saat itu, dia selalu juara 1 sedang gue juara 2. Gue merasa kita semakin dekat. Dekat banget, walau dia nggak merasa bahwa kita udah seperti 2 sapi yang hampir kawin.

Tapi,

Seorang murid baru datang, dia bernama Kuro, entah cinta yang datang begitu cepat itu kembali menembak hati dan mata jengkol gue. Gue jatuh cinta dengan Kuro. Lalu dengan Lidia? Entah kenapa, kita semakin menjauh, dan otak SD gue dulu merasa, ‘kita berdua udah nggak bisa cocok lagi.’ Begitulah, betapa gue mudah jatuh cinta. Sangat mudah. Easy come, easy go!
Kelas 5, Kuro pindah sekolah. Beredar kabar, Kuro pergi gara-gara dia tahu cowok ingusan dan kumel kayak gue suka sama dia. Dia sudah tahu, kedok cinta-cintaan gue terbongkar sudah. Gue sedih. Kuro pergi, maka cinta itupun pergi begitu cepat.

Kelas 6.

Entah kenapa banyak temen sekelas gue, menggosipin bahwa ada adek kelas yang suka sama gue – walau kenyataannya nggak. Gue yang saat itu masih dengan mindset SD-nya. Gue langsung ge-er, dan sama seperti kejadian dahulu, dengan cepatnya cinta itu datang.

Gue mencoba mendekati si Ica. Tapi berbeda dengan cinta lama gue, yang ini lebih sulit. Gue nggak bisa deket dengan dia. Karena, gosip itu hanyalah gosip. It’s fake! Tapi seperti lagu Kangen Band, gua “Terlanjur cinta” – wait, ini mah lagu ungu! Gue mencoba tapi gagal. Mulai dari cari perhatian, dia nggak merhatiin gue. Gue pura-pura pingsan biar dapet napas buatan darti dia, gue malah didiram aer comberan! Gue gagal.

Gue gagal, dan begitu pula cinta itu gagal, dan sekali lagi dengan mudahnya dia pergi.
SMP. Gue nggak suka dengan siapa-siapa. Selama setahun pertama, gue nggak suka dengan siapapun. Sangat hebat. Cinta itu tidak datang. Tidak pergi. Dan tidak menetap di hati ini.

Lalu, kelas dua.

Anak baru itu datang. Dia bernama Sefri. Dia datang dengan status pindahan, dan secepat dia pindah, secepat itu lagi cinta itu datangt. Gue jatuh cinta untuk kesekian kalinya.
Beberapa bulan gue menyimpan perasaan ini, gue akhirnya kalah. Gue nggak bisa mempertahankan nya. Cinta itu pergi, seperti Superman yang pergi tanpa kolor merahnya.
Datang dan Pergi.

Ica, masuk ke SMP yang sama. Dan secara bersamaan rasa itu kembal;i lagi. Gue cinta lagi. Berusaha kembali, mungkin ada kesempatan kedua bagi gue.

Ketika gue sedang mencoba untuk ‘berhasil’ seorang cewek sekelas yang bernama kiki, di duga mengalami katarak, dan gosipnya dia suka sama gue. Beda dengan dulu, gue berusaha untuk tidak jatuh cinta! Bukan karena dia jelek, dia cantik, mungkin lebih cantik dari artis di pilem-pilem. Tapi gue berusaha gak mudah jatuh cinta. Dan gue berhasil. Gue masih mencintai Ica. Walau dia udah punya pacar. Walau dia berusaha menolak gue dari hidupnya.

Ada sebuah kedodolan gue dalam pengistilahan PEDEKATE.

Gue nggak tau caranya pedekate. Gue hanya bisa ‘memuja’ Ica dari jauh. Mengharap dia akan menoleh kepada gue, berharap dia care sama gue.

Gue nggak pernah sms dia. Nelpon dia apalagi. Ngajak ngomong gak pernah. Apalagi ngajak nonton. Hoalah, jauh.

Gue, lulus. Begitu juga rasa cinta gue, lolos dari dekapan gue. Mencoba untuk melupakan Ica. Gue gagal untuk kesekian kalinya. Pinter!

Masa SMA.

Setelah gue melupakan ICA. Gue melanjutkan kisah cinta yang absurd gue.
Sama seperti dulu, dari SD sampai sekarang. Gue masih suka MUDAH JATUH CINTA. Untuk satu tahun ini gue, udah JATUH CINTA TIGA KALI. Semua gagal. Semua berakhir dengan GOBLOK. Gue merasa gue harus Meruba HABBIT gue ini. Gue mencoba buat TAKUT UNTUK JATUH CINTA.

Satu kesamaan yang lain – selain gagal – dari kisah cinta gue, adalah satu: Gue selalu berada dibalik layar, berdiri dibelakang, mencintai diam-diam. Tak bergerak banyak. Seperti orang gila. Gue digilakan cinta.

Cinnta itu dekat. Sangat ekat. Makanya, kita sering mudah sekali jatuh cinta. Mudah datang mudah pergi. Baru dibaikin dikin, eh kita jatuh cinta. Baru disenyumin dikit, eh jatuh cinta. Baru disakitin dikit, eh cintanya pergi. Cinta sulit ditebak.

Jangan sampai gue membujang seperti BABI. Bergerumul dengan puluhan babi di dalam lumpur, tapi gue selalu merasa sendiri di kerumunan itu. Gue membabi tak karuan, hanya menjadi seorang BUJANG BABI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar